HOME OWNER FRIENDS STUFFS FOLLOW DBOARD NEWER OLDER

Cerpen bertema percintaan
Kamis, 28 Agustus 2014 - Permalink - 0 Miku(s)


Secarik Kertas di Buku Matematika
Oleh : Hanum Yuniati.



Oh baby I’ll take you to the sky

Forever you and I, you and I, you and I

And we’ll be together till we die

Our love will last forever and forever you’ll be mine
                Itulah uplikan lirik lagu pengiring iklan We Chat yang dinyanyian oleh Petra Sihombing. Iklan yang diperankan oleh Boy William di televisi itu membawaku ke masa tiga tahun yang lalu. Wajah artis itu benar benar mirip seseorang yang pernah mengisi hatiku.
               
                Bermula saat aku dan seseorang itu dalam satu kelas bernama 7E. Aku tak tahu persis kapan perasaan aneh ini bersemayam dalam diriku.
                Setelah bel berbunyi, kami semua menuju laboratorium komputer. Pak Guru menyuruh kita duduk, masing masing komputer digunakan dua orang sesuai nomor absen. Aku duduk bersama pemilik nomor absen 16. Karena kekurangan kursi, kami pun berbagi kursi.
                Aku merasa aneh, nafasku memburu, dan sepertinya aku dapat mendengar detak jantungku sendiri. Tanganku begetar. Sehingga aku tak dapat memencet tombol di keyboard dengan lancar. Ya Tuhan kenapa aku gugup. Aku harap dia tak mengetahuiku seperti ini. Dengan keras aku melawan rasa tak karuan itu.

                Saat membuat kliping TIK di rumahnya, aku masih merasakan hal yang sama. Aku tak sanggup melihat lama lama pemilik mata indah itu. Karena bisa bisa aku ketahuan karena membayangkan dia dan aku dalam dunia mimpi yang aku ciptakan sendiri.
                Aku, Farah, Laras, Rita, Kiki, dan tentunya Andy mulai bekerja menyelesaikan tugas membuat kliping TIK. Kami tak lupa saling bertukar nomor ponsel. Sungguh senangnya aku.
                Tersisa aku sendiri duduk di pinggir gapura, Kiki keluar disusul Andy. Lalu Andy menghampiriku dan menyandarkan sepeda onthelnya.
                “Hei, kamu pulangnya gimana?” tanyanya.
                “Aku nanti dijemput kok”
                “Oh ya udah. Ati ati ya?”
                “Eh, kamu mau ke mana?”
                “Pit pitan ( jalan jalan naik sepeda onthel ) dong! Duluan ya?”
                Aku masih memperhatikan dia dari kejauhan sampai sosoknya menghilang di pertigaan jalan. Tak berapa lama Ayah datang menjemputku.

                Hari di mana pelajaran olahraga berlangsung adalah saat yang cukup emosional. Aku lumayan anti bola voli. Satu satunya olahraga yang aku minati adalah bulu tangkis. Tapi seperti yang pepatah bahasa Jawa katakan. Bahwa ‘gething kuwi nyandhing’. Salah satu dari sedikit hal yang kusukai dari voli adalah melihat pujaan hatiku bermain voli. Maklum dia berasal dari Desa Pulutan yang terkenal dengan prestasi volinya. Dia termasuk bertubuh tingggi untuk ukuran anak SMP. Bahkan teman teman sekelasku menyebutnya ‘genter’.
                Tiba tiba sebuah bola melayang ke wajahku. Tapi sempat kusadar, sebelum bola itu mengenai wajahku aku sudah menghalaunya. Sehingga hanya dahiku yang sakit.
                “Kamu gak papa? Yang mana yang sakit?” tanya Andy sambil disambut koor dari teman taman ‘cieee’.
                “Gak gak papa kok” jawabku dengan menahan sakit di dahiku sekaligus senang bercampur rasa gugup.
                “Bener lho? Sorry tadi aku gak tahu kamu di situ. Sorry ya. Jangan nangis lho” mukanya begitu cemas kalau aku nanti menangis.
                “Hei, kalau kamu yang menyemash hatiku, aku gak akan menangis kok” batinku. Justru rasa sakit dari smashmu itu adalah kenangan yang manis bagiku.

                Suatu hari saat murid kelas 9 melakukan Uji Coba UN.
“Hai kamu masuk sekolah gak?” tanyaku melalui SMS ke nomor ponsel Andy. Karena tak dibalas aku berangkat ke sekolah. Tapi tidak ada murid kelas 7 maupun 8 yang masuk sekolah. Lalu aku memutuskan untuk kembali lagi ke rumah karena kecele.
Sampai di rumah, kulihat ponselku berdering.
“Tidak” balasan SMS dari Andy membuatku ingin menertawaiku. Lalu aku menceritakan cerita konyolku tadi ke Andy. Kami saling berbalas SMS sejak saat itu. Aku pikir dia baik.
Aku membayangkan bahwa aku adalah Rose dan Andy adalah Jack di film Titanic. Ha ha.
Di ekstrakurikuler Paduan Suara, aku tak sengaja nguping pembicaraannya Lala dan teman teman dari kelas 7D. Ternyata Lala sudah lama dekat dengan Andy. Dan aku semakin penasaran, mereka itu dekat sebagai sahabat atau pacar. Kutunda rasa kecewaku. Karena belum tentu mereka saling suka.
               
Esoknya, pelajaran berlangsung lancar. Hingga keramaian khas kelas 7E pun dimulai. Aku sudah terbiasa menyendiri kecuali ada orang yang benar benar nyambung denganku. Di papan tulis tercantum nama Andy dan Lala yang di tengahnya terdapat tanda hati. Jantungku berdegup dengan kencang. Seiring teman teman mulai menjodoh jodohkan Andy dan Lala.Andy terlihat merah pipinya, lalu dia menghapus tulisan itu, dan pura pura tidak suka.
Hari selanjutnya, kami berkumpul di teras kelas. Membicarakan hal sehari hari. Entah bagaimana awalnya, Ambar menjodoh jodohkan Andy dengan aku. Aku bahagia dan pura pura cuek. Aku melihat ke arah Andy, tapi dia langsung pergi. Dia terlihat tidak suka.

                Saat pelajaran Matematika, Ana meminjam buku catatan Matematikaku.
                “Hani, aku nanti juga mau pinjam ya?” tanya Andy yang kujawab ‘ya’.
                Kusuka dirimu mungkin aku sayang, namun apakah mungkin kau menjadi milikku.
                Kau pernah menjadi, menjadi miliknya, namun salahkah aku bila kupendam rasa ini.
                Begitulah perasaanku saat itu, seperti cerita di salah satu lagunya Vierra. Aku ingin tetap menyembunyikan rasa itu karena dia sudah ada yang memiliki. Apakah aku harus mengatakan ke dia : Oke, kita berteman saja Ris. Kalau Lala sebagai pacarmu, aku masih berharap aku menjadi sahabatmu. Tapi apa mungkin?

                Hari selanjutnya, Ana mengembalikan buku catatan Matematikaku. Ada secarik kertas terselip di situ. Kupikir itu hanya coret coretan matematika saja. Setelah kubuka, aku tak percaya. Kubaca sekali lagi.
                Num, kamu jangan mengejar aku lagi. Aku sayangnya cuma sama Lala. Aku tidak suka itu. Jangan berharap kepadaku. Jangan menyukaiku. Karena aku benci kamu. Aku membencimu.
                Begitulah isinya. Surat itu tak bernama. Mungkinkah ini dari Andy? Aku tak ingin sakit hati. Namun panah itu meretakkan hatiku secara perlahan. Sekarang aku remuk. Tak kusangka orang yang kusukai membenciku dengan cara yang seperti ini. Aku ingin menangis saja. Tapi aku tahan.
                Pelajaran berlangsung membosankan, karena pikiranku melayang ke mana mana. Andy masih seperti biasanya. Dia balik menatapku dan tersenyum simpul. Mungkinkah Andy yang menulis surat itu?
                Lala memang cantik dan mempesona. Mereka adalah pasangan yang cocok. Harus kuakui itu. Kini aku bagaikan Nirina Zubir di film Heart. Rasanya ‘mak jleb’.
                Kucoba tuk menjadi orang paling ceria di dunia. Tapi justru dia datang menghantuiku di saat aku ingin melupakannya.
                Ris, apa aku salah menyukaimu? Kenapa kamu membenciku? Hanya karena itukah?
               
Di kelas 8 kami tidak sekelas, rasa itu sudah mulai pudar. Aku tak tahu apakah sekarang Andy dan Lala masih bersama. Aku sudah tak peduli
               
                Di kelas 9 kami sekelas lagi. Aku tidak terlalu mengharapkannya lagi. Tapi, kami sering berdiskusi tentang latihan soal dan materi UN. Aku ingin menghindar. Karena aku takut rasa yang dulu pernah kukubur paksa harus bangkit kembali di saat aku harus mempersiapkan untuk UN.
                Kembali ke diriku yang sekarang, kupikir kisahku ini konyol dan menyedihkan. Aku tak tahu sekarang dia bersekolah di mana. Jatuh cinta itu seperti terbang melayang jauh. Lalu pasti kita akan mendarat ke tanah. Tergantung kita memilih untuk jatuh terjerembab atau jatuh dengan selamat. Bagaimanapun juga jatuh cinta adalah anugerah.